Politik Reduktif VS Politik Saintifik



Politik reduktif itu politik yang mengalami pendangkalan makna. Ia dangkal karena terjebak kedalam isu-isu murahan, perkara rekaan atau rekayasa yang tidak bermutu. Kasak-kusuk untuk kepentingan sesaat, dan senantiasa menebar surga untuk para pemburu amplop tipis yang bahagia dengan recehan.

 

Politikus reduktif selalu bermain pada level akar dan selamanya disana. Dia tahu betul rendahnya intelektualitas orang awam yang mudah dipermainkan hanya dengan janji kata-kata, sambil mengkonstruksi profil pujaannya berdasarkan asumsi, lalu membangun narasi lawan hanya berdasarkan dugaan dan curiga. 

 

Sebaliknya, Politik saintifik adalah politik yang mengedepankan rasionalitas, strategik, cerdas, mempertontonkan keindahan paradigma, refleksif, bukan provokatif. Mengagungkan moralitas bukan banalitas ketamakan, mengutamakan budaya malu berbuat curang bukan “malu hati yang palsu”, itu.

 

Politikus jenis ini sadar bahwa posisinya mungkin tak seindah sinetron korea, tapi gagasannya membahana, menukik ke jantung problematika masyarakat. Bicaranya bukan sekedar kata melainkan kumpulan afirmasi-kritik atas peristiwa konkret yang dibutuhkan warga untuk kesejahteraan dan keadilan. Meski, lagi-lagi, dia sadar betul sangat mungkin terkalahkan oleh kuasa uang dan sang pemilik tahta.

 

Sekarang coba cermati, termasuk kategori manakah aksi politik kita hari-hari ini? Jika masuk kedalam kategori reduktif, maka perlu waspada, sebab boleh jadi yang didapat hanyalah kesia-siaan, kenaifan. Maka benarlah Nietzsche yang mengatakan “dunia politik memang dekat dgn kenaifan”. Atau Machiavelli yang menempatkan “politik di luar wilayah etika”. Siapa menang dia berkuasa, siapa kalah habis perkara. Politik jadi miskin makna, karena hanya soal menang-kalah, untung-rugi, atau yang dapat amplop dan yang tidak.

 

Semoga saja aksi-diskusi-narasi politik kita, khususnya di Banda Naira, termasuk kategori saintifik. Artinya masih ada yang bersedia menebar harapan dari pribadi-pribadi yang rasional, berpikiran jernih, dan berorientasi pada tujuan mulia, sebagaimana politik yang didambakan Aristoteles sebagai “cetusan kesempurnaan rasionalitas sekaligus moralitas manusia”.

 


Banda Naira, 27 November 2024

Ditulis di dapur rumakope Banda Naira sambil termenung….diam.

Komentar

Artikel Favorit

Kalabaka Maniasa, Sjahrir, dan Sumpah Pemuda

Nubuwat Rasul Muhammad

Kritik Publik